
Tari Saman Aceh: Sejarah, Makna Gerak, dan Warisan UNESCO
Sejarah Singkat Tari Saman
Tari Saman diperkirakan lahir pada abad ke-14, diciptakan oleh ulama besar Aceh, Syekh Saman. Awalnya digunakan sebagai media dakwah Islam dengan lantunan syair berisi pesan moral, dakwah, serta pendidikan agama. Pertunjukan dilakukan di meunasah (balai desa) atau saat perayaan hari-hari besar Islam.
Makna Gerak dan Filosofi
- Gerakan serempak: melambangkan kekompakan, persatuan, dan kedisiplinan masyarakat Aceh.
- Tempo cepat & ritmis: mencerminkan semangat, ketangkasan, dan kerja sama kolektif.
- Syair dan nyanyian: menyampaikan pesan dakwah, nasihat, hingga ungkapan syukur.
- Duduk berjejer: menggambarkan kesetaraan dan kebersamaan tanpa memandang derajat sosial.
Fungsi Sosial Budaya
Tari Saman bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana mempererat solidaritas masyarakat. Ia ditampilkan pada upacara adat, perayaan keagamaan, hingga diplomasi budaya di panggung internasional. Bagi masyarakat Aceh, Tari Saman adalah simbol identitas dan kebanggaan.
Tari Saman di UNESCO
Pada 2011, UNESCO menetapkan Tari Saman sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan yang membutuhkan perlindungan mendesak. Penetapan ini didasarkan pada nilai universal tarian yang mengajarkan persatuan, toleransi, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Sejak saat itu, pemerintah Indonesia bersama komunitas Gayo aktif melestarikan Tari Saman melalui pendidikan, festival, dan pertunjukan global.
Upaya Pelestarian
- Pelatihan generasi muda di sekolah dan sanggar tari Aceh.
- Festival budaya seperti “Saman Gayo Festival” untuk memperkenalkan tarian ke publik luas.
- Diplomasi budaya dengan mengirim tim Tari Saman tampil di luar negeri.
Pesan utamanya: Tari Saman adalah warisan tak ternilai yang menyatukan seni, agama, dan identitas bangsa.